Tidak hanya berkurban dengan kambing atau sapi saja, tetapi juga mengorbankan segala hal untuk kepentingan yang lebih mulia lagi. Misalnya saja, potret seorang anak dan bapaknya yang mengorbankan semua hal untuk dapat pergi haji ke Mekah. Begitulah potret di dalam film Le Grand Voyage.
Saya belum pernah nonton Le Grand Voyage sebelumnya. Ketika Metro TV menayangkannya semalam, saya sempatkan untuk menonton film Le Grand Voyage. Saya tersentuh sekali. Tersentuh karena banyak pesan moral yang bisa diambil di dalam film ini.
Film Le Grand Voyage mengisahkan bagaimana perjalanan seorang anak dan ayahnya dari Perancis menuju ke Mekah dengan menggunakan mobil tua mereka. Bisa dibayangkan berapa mil yang harus mereka tempuh dalam perjalanan mereka. Mulai dari Italia, Slovenia, Kroasia, Serbia, Bulgaria, Turki, Suriah, Yordania, hingga Arab Saudi. Reda (diperankan oleh Nicolas Cazale) adalah seorang remaja yang tidak mengetahui banyak tentang Islam dibandingkan ayahnya. Reda sudah terkontaminasi oleh budaya barat sehingga ia tidak pernah melakukan salat dalam kehidupan sehari-harinya. Berbeda dengan ayahnya (diperankan oleh Mohamed Majd), yang justru memegang teguh agama Islam.
Perjalanan dimulai ketika ayah Reda meminta Reda untuk mengantarkannya ke Mekkah dengan menggunakan mobil butut. Reda sempat bertanya dengan ayahnya, "Mengapa kita tidak naik pesawat saja?". Ayahnya pun menjawab, "Air laut baru akan kehilangan rasa pahitnya setelah ia menguap ke langit, begitulah air laut menemui kemurniannya. Ia harus mengangkasa melewati awan. Inilah mengapa lebih baik naik haji berjalan kaki ketimbang naik kuda. Lebih baik naik kuda ketimbang naik mobil. Lebih baik naik mobil ketimbang naik perahu. Lebih baik naik perahu ketimbang naik pesawat terbang". Artinya, semakin kita merasakan betapa sulitnya perjalanan ini, maka semakin mudah kita menemukan kemurnian jiwa kita sendiri. Bijak dan indah.
Selama perjalanan, mereka menemui banyak orang dengan karakter yang berbeda-beda. Awal mulanya mereka bertemu dengan wanita tua yang ingin menumpang di dalam mobil untuk ikut hingga suatu tempat. Namun, keperawakan dan penampilan wanita tua membuat Reda dan ayahnya sedikit ketakutan. Sehingga, mereka memutuskan untuk membeli sebuah kamar hotel untuk wanita tua tersebut. Mereka pun melanjutkan perjalanan tanpanya.
Setelah Reda dan ayahnya melepas wanita tua itu, kejadian buruk pun datang bertubi-tubi. Mulai dari mobil yang tertimpa salju, ayah sakit kemudian dirawat di rumah sakit, masalah paspor, dan ditipu oleh saudagar yang bernama Mustafa. Ada satu bagian yang saya suka. Ketika ayahnya mengetahui bahwa Mustafa telah mencuri sebagian uang miliknya, ia pun memarahi Reda sambil berkata, "Kamu bisa membaca dan menulis tetapi kamu tidak tahu apa-apa tentang hidup". Ya, hidup memang tidak demikian mudah. Saat kita mengenal beberapa orang di luar sana, kita harus bisa membedakan siapa yang baik dan siapa yang buruk. Kita tidak hanya cukup membutuhkan satu atau dua hari saja untuk mengenal seseorang, melainkan berhari-hari.
Kemudian mereka pun melanjutkan perjalanan. Sesampainya di Suriah, ketika sang ayah hendak mengambil air, datanglah seorang pengemis. Walaupun uang mereka sudah tidak sedikit lagi, tetapi sang ayah tetap memberikan uang kepada pengemis tersebut. Melihat apa yang dilakukan sang ayah, Reda pun marah. Reda marah karena sikap ayahnya yang tidak bisa mengabaikan kesulitan yang dialami orang lain dan selalu menolong terhadap sesama. Saya juga jatuh cinta dengan adegan ini.
Saya sangat suka film yang disutradarai Ismael Feroukhi secara keseluruhan. Terlalu banyak pelajaran berharga yang bisa diambil dari film ini, sehingga saya tidak bisa menceritakannya satu per satu di sini. Saya hanya merekomendasikan kalian untuk menonton film Le Grand Voyage. Film ini mengajarkan bagaimana kita menolong terhadap sesama, bagaimana kita saling memaafkan, bagaimana kita sebaiknya berusaha dahulu untuk mendapatkan sesuatu, bagaimana kita hidup dalam kesederhanaan, dan bagaimana kita selalu ingat kepada Allah SWT.
selamat hari raya Idul Adha!