Letak Geografis Bima
Kota Bima terletak di bagian timur Pulau Sumbawa pada posisi 118°41'00"-118°48'00" Bujur Timur dan 8°20'00"-8°30'00" Lintang Selatan. Keterangan ini saya ambil dari wikipedia, lantaran saya tidak tahu persis letak geografis kampung halaman ayah ini. Ya, dikarenakan posisi kota Bima berada di bagian timur, alhasil batas-batas wilayah kota Bima adalah sebagai berikut:
1. Bagian utara, kota Bima berbatasan dengan Kecamatan Ambalawi dan Kabupaten Bima;
2. Bagian selatan, kota Bima berbatasan dengan Kecamatan Palibelo dan Kabupaten Bima;
3. Bagian barat, kota Bima berbatasan langsung dengan teluk Bima;
4. Bagian timur, kota Bima berbatasan dengan Kecamatan Wawo dan Kabupaten Bima.
Penggunaan Bahasa Bima
"Bahasa Bima itu tidak bisa ditulis dan hanya bisa diungkapkan", begitulah penuturan ayah saya mengenai bahasa Bima. Kalaupun bahasa Bima ditulis, akan menghasilkan makna yang berbeda, atau biasa kita sebut dengan kesalahpahaman. Mengapa bisa terjadi seperti ini? Seperti saya pernah jelaskan pada blog saya (perihal materi-materi kuliah) bahwa bahasa merupakan hasil dari kesepakatan-kesepakatan manusia dalam bersosialiasi.
Artinya, wajar saja apabila bahasa Bima dituliskan, maka tak jarang menimbulkan kesalahpahaman makna, lantaran kebanyakan masyarakat Bima menggunakannya secara lisan. Misalnya saja, penulisan nama salah satu penganan khas Bima yang tepat, yakni Pangaha Punga, terkadang ada orang-orang yang menuliskannya menjadi Pangaha Bunga, sehingga maknanya pun akan berbeda. Oleh sebab itu, bahasa Bima lebih baik dan lebih sering diucapkan ketimbang dituliskan.
Uniknya, di dalam bahasa Bima, ada sebuah kosakata yang memiliki beraneka macam makna dan bisa digunakan pengucapannya dalam situasi yang berbeda-beda pula. Contohnya, Kalembo Ade, satu-satunya kosakata yang seringkali diucapkan oleh masyarakat Bima untuk berbagai macam makna. Salah dua makna dari Kalembo Ade ialah "sabar ya" dan "maaf saya tidak bisa membantu".
Penganan Khas Bima
Meskipun kota kecil, tetapi cita rasa kue-kue khas Bima tidak kalah lezatnya. Jikalau kalian mampir ke kota Bima, janganlah lupa untuk mencicipi penganan khas Bima, seperti Bingka Dolu (rasa gula merah dan pandan), Kahangga, Pangaha Punga, Buras, dan sebagainya.
Bingka Dolu rasa pandan (foto ini diambil oleh adik saya)
Bandeng presto khas Bima (foto ini diambil oleh saya sendiri)
Sambal Doco Tomat tanpa mangga (foto ini diambil oleh saya sendiri)
Bima juga tidak kalah menariknya dengan Bali atau Lombok. Karena, Bima dikelilingi oleh laut dan memiliki banyak pantai yang masih perawan. Mengapa saya simpulkan pantai yang masih perawan? Sebab, beberapa pantai tersebut masih asli dengan air yang jenih dan pasir yang putih bersih serta belum adanya investor baik lokal maupun asing yang menyentuh pantai-pantai tersebut. Beberapa pantai yang masih perawan di Bima adalah pantai Kalaki, pantai Wera, pantai Sape, dan masih banyak lagi yang belum saya kunjungi.
Buah Tangan dan Transportasi khas Bima
Jikalau kalian ingin membeli cinderamata khas Bima, kalian bisa membeli songket Bima yang bermotifkan bunga, geometri, dan didukung dengan sentuhan berbagai macam warna yang cantik. Walaupun songket Bima memiliki ragam motif yang sedikit, namun apabila kalian penggemar songket-songket dari berbagai daerah di Indonesia, tidak ada salahnya songket Bima dijadikan sebagai salah satu koleksi kalian.
Selain songket, terdapat pula mutiara sebagai salah satu budidaya yang diunggulkan dari Bima. Bima memang salah satu daerah penghasil mutiara terbaik di Indonesia. Namun, ketika kita hendak membeli mutiara dan songket Bima, ada baiknya kita ditemani warga asli Bima agar dapat mengetahui dan memilih kualitas yang baik dengan harga yang terjangkau.
Berbicara mengenai transportasi, Bima masih mengandalkan transportasi tradisionalnya, terutama benhur dan bemo. Pertama, bemo itu mirip angkot di Jakarta, tarifnya juga kurang lebih sama, dan hanya saja para supir bemo selalu mendendangkan musik dangdut keras-keras, jadi bersabarlah bagi kalian yang tidak biasa. Kedua, benhur merupakan transportasi sejenis andong, seperti di Jakarta. Ya, Benhur adalah kendaraan umum dengan menggunakan tenaga kuda dan masih digunakan oleh kebanyakan masyarakat Bima. Di Jakarta ada andong, di Jogja ada dokar, di Lombok ada cidomo, di Bima ada benhur, dan Indonesia memang kaya akan bahasa.
Akan tetapi, satu hal yang membuat hati saya sedih adalah semakin merajalelanya ojek sebagai salah satu transportasi masyarakat Bima. Di samping kelebihannya sebagai akomodasi yang tercepat dan murah, ojek dapat menjangkau jauh atau tidaknya baik kota Bima maupun kabupaten Bima. Jadi, wajar saja tingkat polusi udara di Bima semakin meningkat, oleh karena debu-debu yang tak terhindarkan.
Satu hal lagi yang perlu dicatat, janganlah kalian mencari Mall atau any other modern retail minimarkets, karena Bima masih sangat mengandalkan sisi tradisional mereka. Dan jangan mencari fast food restaurant, meskipun sayangnya, Bima kecolongan satu produk fast food yang mendirikan cabangnya di salah satu sudut kota Bima. Mudah-mudahan tidak akan ada lagi. Amin.
Jadi, tunggu apalagi? Silahkan berkunjung ke Bima dan ditunggu kedatangan kalian! :)
4 comments:
Bima selalu unik dengan gayanya sendiri, muara dari sifat tegas dan lemah lembut penduduknya yang senantiasa jujur dan gigih berjuang untuk hidup.
salam kenal, kalembo ade
saya lahir di bima... msh kangen ma suasana meski saya dah balik ke tanah orang tua di magelang. salm kenal!!! bune ku haba dou bima??
ba'au wati wara mbohi/bumbu dungga ta ake.
saya kenal banyak teman orang Bima. dan jujur, kebanyakan mereka memang terlihat keras, tapi baik dan pekerja yang ulet.
Post a Comment